PATIH HARYA DWARA

Patih Harya Dwara adalah Patih Prabu Parikesit di negeri Hastinapurapura. la seorang yang bijaksana, dapat menjaga kehendak rajanya, apa yang dikehendaki oleh rajanya, dapat dipenuhinya, pun hal tatanegara tak rnengecewakan. Pada waktu Prabu Parikesit berkehendak menangkap binatang hutan, ia dapat membawa segala, binatang hutan itu kehadapan baginda.

BENTUK WAYANG

Patih Dwara bermata kedondongan, hidung mancung, dengan menyatukan tangan untuk tanda hormat (Jawa: ngapurancang). Bergelung keling dan berjamang dengan garuda membelakang. Kalung bulan sabit. Bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Kain putran (kesatria).

Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.

RADEN RAMAYANA

Raden Ramayana

Raden Ramayana

Raden Ramayana adalah putera Prabu Dipayana (Parikesit) dengan permaisuri Dewi Dangan. Kesatria ini seorang sakti dan senantiasa berguru tentang kesaktian kepada para pendeta. la sebagai pahlawan negeri Hastinapurapura zaman Prabu Parikesit.

BENTUK WAYANG

Ramajana bermata jaitan, hidung mancung. Rambut terurai dengan memakai garuda membelakang dan sunting waderan. Berselendang, bergelang, berpontoh dan berkeroncong: Kain putran (kesatria). Tangan tersusun tanda hormat.

Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.

PINTEN TANGSEN

Dalam lakon Peksi Dewata, Puntadewa menjadi burung Dewata. Waktu Nakula dan Sadewa masih kanak-kanak bernama Pinten dan Tangsen, tidak berkain dodotan kesatria melainkan berkain secara Bambang (kesatria asal dari pertapaan).

BENTUK WAYANG

Pinten dan Tangsen bermata jaitan, hidung mancung, muka mendongak. Sanggul kadal-menek, bersunting sekar kluwih panyang, berkain seperti bambang, tidak bercelana panjang.

Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.

DEWI SITISUNDARI

Dewi Siti Sundari adalah seorang putri Prabu Kresna, bersuami Raden Angkawijaya. Ketika Raden Angkawijaya tewas dalam perang Baratayudha, Dewi Siti Sundari bunuh diri di dekat jenasah Raden Angkawijaya.
Prabu Baladewa adalah saudara Prabu Kresna, lantaran ia memihak Hastinapura, maka pada waktu Dewi Siti Sundari akan diperistri oleh Raden Angkawijaya, murkalah Prabu Baladewa. Karena Dewi Siti Sundari hendak dijodohkan dengan keturunan pihak Hastinapura.

BENTUK WAYANG

Dewi Siti Sundari bermata jaitan, hidung mancung, muka tenang. Sanggul gede dihiasi kembang, sebagian rambut terurai. Kalung ulur-ulur, bergelang dan berpontoh. Kain dodot putren.

Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.

RADEN ANGKAWIJAYA

Raden Angkawijaya

Raden Angkawijaya

Raden Angkawijaya semasa mudanya bernama Bambang Abimanyu, putera Raden Arjuna dengan Dewi Wara Sumbadra. Isteri Abimanyu yang pertama adalah Dewi Siti Sundari, puteri Prabu Kresna, namun tidak berputra. Isteri kedua Dewi Utari, puteri Prabu Matswapati, berputera Prabu Parikesit, ialah penghabisan turunan Pandawa dalam zaman Purwa.
Perkawinan Angkawijaya dengan Dewi Utari ini adalah tidak sepadan, karena Dewi Utari itu seumur dengan bapak kakek (nenek moyang atau Jawa:. embah buyut) Angkawijaya, tetapi oleh kuasa Dewa, Dewi Utari tidak berubah sifatnya, tetap muda.
Raden Angkawijaya sebagai kesatria agung, bersemayam di negeri Plangkawati, asalnya negeri itu negeri seorang raksasa yang dikalahkan oleh Angkawijaya.
Angkawijaya sangat disayangi oleh ibu bapaknya. Begitupun Angkawijaja, sangat cinta pada Raden Gatotkaca. Kedua kesatria ini senantiasa bantu-membantu di waktu perang. Pada perang Baratayudha, Angkawijaya diangkat sebagai panglima perang. Dalam perang itu Angkawijaya kena tipu-daya Kurawa dan ia terkurung dalam lingkungan musuh, terpisah dari tentara Pandawa.
Diriwayatkan bahwa kematian Angkawijaya dalam perang itu, pada seluruh badannya penuh dengan luka dan tusukan anak panah, hingga hilang sifat rupanya. Walaupun begitu, Angkawijaya terus mengamuk musuhnya, hingga musuh yang tewas tidak terhitung.
Perang Angkawijaya ini dikarang oleh puyangga, penuh dengan pujian dan menggambarkan bahwa luka-lukanya yang sepenuh tubuh itu makin menambah keelokannya, sebagai penghias keindahan Sang Angkawijaya.
Pada lakon Wahyu Cakraningrat, ialah nama wahyu kerajaan, diriwayatkan siapa orang yang kemasukan wahyu itu akan mempunyai keturunan menjadi raja. Maka banyak para kesatria yang ingin mendapatkan wahyu itu, misalnya Raden Samba, Raden Angkawijaya dan para Kurawa. Tetapi yang dapat keturunan wahyu itu hanya Raden Angkawijaya. Di pihak Dwarawati, putera Prabu Kresna yang bernama Raden Samba juga berhajat akan menunggu kedatangan wahyu itu, tetapi batal tak terkabul, karena Raden Samba terpengaruh oleh keadaan yang menjauhkan pada Wahyu itu.
Lagi pula para Kurawa. tak ketinggalan mereka menginginkan juga mendapat wahyu itu, tetapi sia-sia juga. Agaknya di kerajaan Hastinapurapura meniru juga membentuk lima orang Kurawa sebagai kelima Pandawa, Duryudana dimisalkan Puntadewa (Amarta) Dursasana dimisalkan Wrekudara, Kartamarma sebagai Arjuna, Citraksa dan Citraksi dimisalkan Nakula dan Sadewa.

BENTUK WAYANG

Angkawijaya bermata jaitan, hidung mancung, muka tenang. Sanggul, terurai dihias dengan garuda membelakang, bersunting waderan, berkalung putaran bentuk bulan sabit. Bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Berkain katongan, bercelana cindai. Angkawijaya berwanda : Rangkung dan Bontit.

Sedjarah Wayang Purwa, terbitan Balai Pustaka juga tahun 1965. Disusun oleh Pak Hardjowirogo.

« Older entries Newer entries »